Bukti yang menjadi saksi, betapa orang yang gemar beribadah, tetapi masih suka mengghibah, mencela saudara sendiri, berkata-kata pedas, ngomong jorok, suka menyinggung perasaan, atau jenis kezhaliman yang lain, maka hendaknya ia berhati-hati karena imbalan yang harus ia bayar di akherat adalah pahala-pahala ibadah yang ia punya. Bila kezhaliman itu masih tersisa, maka ia ditumpuki kesalahan-kesalahan orang yang ia zhalimi. Nabi Muhammad sudah mengingatkan melalui sabdanya, yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam bersabda, “Apakah kalian tahu siapa orang yang bangkrut itu?” para shahabat menjawab, “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak ber-dirham dan ber-perhiasan.”
Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, tetapi dia juga mencela si ini, menuduh si itu, memakan harta si ini, menumpahkan darah si itu, serta memukul si ini-itu, lalu si ini diberi kebaikan-kebaikannya, dan si itu diberi kebaikan-kebaikannya, lalu jika kebaikan-kebaikannya habis sementara semua belum selesai, maka kesalahan-kesalahan mereka diberikan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim, nomor hadits 2581)
Imam Ahmad juga mengeluarkan hadits yang substansinya tidak jauh berbeda dengan hadits di atas; tentang orang yang beribadah tekun tetapi suka menyakiti tetangga dan mengumbar kata, dan orang yang biasa-biasa saja ibadahnya tetapi ia sangat menjaga lisannya. Hasilnya pun tidak sama; yang pertama masuk neraka sedangkan yang kedua itu masuk surga Dari Abu Hurairah, ada seorang lelaki yang bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah disebut-sebut banyak shalat, shiyam dan sedekahnya, hanya saja ia suka menyakiti tetangga dengan lisannya”, lalu beliau bersabda, “Ia berada di neraka.” Ia kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah dikenal sedikit sekali puasa, sedekah dan shalatnya, hanya saja ia suka memelihara kucing, dan tidak menyakiti tetangga dengan lisannya, lalu beliau bersabda, “Ia berada di surga.” (HR. Ahmad, nomor hadits 9673
Kesimpulannya bahwa wujud ibadah yang benar akan melahirkan kemuliaan akhlak, sedangkan ibadah yang benar itu sendiri juga merupakan wujud kualitas iman seseorang. Semuanya adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Ibnul Qayyim pernah menjelaskan bahwa anna li l-îmâni zhâhiran wa bâthinan, iman itu memiliki amalan zhahir dan batin. Kuat-lemahnya iman seseorang tergantung seberapa kuat-lemahnya amal seseorang, baik zhahir maupun batinnya. Katanya, “Iman memiliki bentuk zhahir dan batin. Zhahir iman adalah perkataan lisan dan perbuatan anggota badan, sedangkan batinnya adalah kepercayaan hati, ketundukan dan kecintaannya. Zhahir tidak bermanfaat manakala tidak memiliki batin, walaupun sampai mengucurkan darah, dan mengorbankan harta benda dan anak keturunan. Batin tanpa dibarengi dengan lahir juga tidak cukup kecuali bila ia tidak mampu melakukannya (lemah), dipaksa dan khawatir binasa. Tidak melakukan suatu perbuatan lahir tanpa ada halangan menunjukkan rusaknya batin dan kekosongan iman. Kurangnya amal zhahir menunjukkan kurangnya batin, dan kekuatan amal zhahir menunjukkan kekuatan batin. Keimanan adalah hati dan intii Islam, sedangkan keyakinan adalah hati dan inti iman. Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan iman dan keyakinan adalah cacat, dan setiap keimanan yang tidak membangkitkan untuk beramal adalah cacat.”
Wallahu 'alam bissawab
Teguh S (Lombok-Cepos) Jkt 08567789372 PIN 292C0E1F