Umar bin Al Khattab berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab dan timbanglah sebelum ditimbang, bila itu lebih mudah bagi kalian di hari hisab kelak untuk menghisab dirimu dihari ini, dan berhiaslah kalian untuk pertemuan akbar, pada saat amalan dipamerkan dan tidak sedikit pun yang dapat tersembunyii dari kalian.”
Saudaraku sekalian, pernahkah kita menyendiri dan menghisab apa yang telah kita katakan dan perbuat? Pernahkan satu hari menghitung keburukan kita sebagaimana menghitung kebaikan? Bahkan apakah kita pernah mengkhayal tentang ketaatan yang kita banggakan? Bila kita mendapatkan bahwa kebanyakan dari amalan dipenuhi dengan riya' lalu bagaimana mungkin kita dapat bersabar pada keadaan seperti ini, sedangkan perjalanan hidup ini selalu penuh dengan liku-liku dan godaan, bagaimana mungkin kita akan menghadap Allah sedangkan kita dipenuhi dengan beban dan dosa-dosa? Oleh karena itu marilah kita mulai berbenah diri. Salah satu caranya dengan muhasabah diri sendiri.
Beberapa macam muhasabah diri
Muhasabah diri terbagi menjadi dua: sebelum perbuatan dan sesudah perbuatan.
1. Pertama, muhasabah diri sebelum perbuatan, yaitu seorang hamba melihat awal kemauannya, dan jangan bersegera beramal hingga jelas perioritas amalannya. Al Hasan berkata, : Allah memberikan rahmat kepada seorang hamba yang melihat tujannya, bila tujuannya karena Allah dia melakukannya, dan bila tidak dia mengakhirkannya.""
2. Kedua, muhasabah diri setelah perbuatan.
Cara bermuhasabah diri
Imam Ibnul Qoyyim RA menyebutkan bahwa muhasabah diri dapat dilakukan dengan:
Memulai dari melihat perbuatan-perbuatan yang wajib, bila dia mendapatkan kekurangan maka usahakan memenuhinya.
Kemudian larangan-larangan Allah, bila dia mengetahui bahwa dia telah berbuat satu dosa, maka tutuplah dengan taubat, istighfar dan kebaikan yang dapat menghapusnya.
Bermuhasabah diri atas kelalaian, dan menutupinya dengan dzikir dan menghadap Allah.
Bermuhasabah diri atas gerak-gerik anggota tubuh, ucapan lisan, perjalanan kedua kaki, perbuatan tangan, dan pendengaran kedua telinga, apa yang kamu inginkan dengan ini semua? dan untuk siapa dia melakukannya? dan demi apa kamu melakukannya?
Beberapa faedah muhasabah diri adalah:
1.Melihat aib diri sendiri, dan barang siapa yang tidak mampu melihat aibnya sendiri maka dia tidak mungkin menghilangkannya.
2.Bertaubat, menyesal dan berusaha mengganti yang tertinggal di kala mampu.
3.Mengetahui hak Allah, karena dasar muhasabah diri adalah bermuhasaba atas keteledorannya terhadap hak Allah.
4. Merasa banyak salah di hadapan Allah.
5. Mengetahui kebaikan Allah, ampunan, dan rahmat-Nya terhadap hamba-Nya bahwa Dia tidak menyegerakan memberikan balasan walaupun mereka telah berbuat kemaksiatan dan pelanggaran.
6. Mencoba menghilangkan ujub dan riya' terhadap amalan.
7. Berusaha sekuat mungkin untuk taat dan meninggalkan kemaksiatan agar mempermudah muhasabah.
8. Mengembalikan hak-hak pada pemiliknya, dan meminta kerelaannya, dan berbudi baik, ini merupakan buah dari muhasabah yang paling besar.
Mari kita lihat para kebiasaan sahabat Rasul ketika dahulu kala,
Abu bakar As shiddiq RA: dia banyak menangis, dan dia berkata, "Menangislah kalian, bila tidak dapat menangis maka berusahalah menangis." Dan dia berkata, "Demi Allah saya lebih senang menjadi pohon yang dapat dimakan dan dapat dijadikan tongkat."
Umar bin Al Khattab RA membaca surat At Thur dan ketika sampai pada firman Allah yang berbunyi, “Sungguh azab Tuhanmu pasti terjadi” (QS. At Thur: 7)," dia menangis dan tangisnya semakin menjadi hingga dia jatuh sakit dan dia selalu membiasakan itu. Suatu saat dia melewati ayat pada wirid malamnya dan membuatnya takut, dia tinggal di rumah beberapa hari dan orang-orang menjenguknya, mereka mengiranya sakit, dan pada wajahnya terdapat dua garis hitam disebabkan menangis.
Utsman bin Affan RA bila dia berdiri di atas kuburan dia menangis hingga jenggotnya basah, dan dia berkata, "Andaikata saya berada antara surga dan neraka, saya tidak tahu ke mana saya diperintahkan, maka saya akan memilih menjadi debu sebelum saya mengetahui ke mana saya akan kembali.
Ali bin Abi Thalib RA, Dia banyak menangis dan takut, dan banyak menghisab dirinya. Ketakutannya yang paling besar adalah dari dua hal, panjang cita-cita dan mengikuti hawa nafsu. Dia berkata, Ädapun panjang cita-cita akan melupakan pada akhirat, dan adapun mengikuti hawa nafsu maka akan menutup dari kebenaran.
Beginilah keadaan para salaf kita, mereka mendekatkan diri pada Allah dengan segala ketaatan, dan berlomba-lomba dengan beragam perbuatan yang dapat mendekatkan dirinya pada Allah, dan mereka menghisab dirinya atas keteledoran, kemudian mereka merasa takut bila amalan mereka tidak diterima Allah. Sekarang bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan ibadah kita selama ini? Jangankan menangisi kesalahan kita, untuk shalat ke masjid saja terkadang kita masih sulit, sedikit beramal tapi panjang ceritanya, seakan-akan amal kita sudah pasti diterima, karena itu marilah kita saling menghisab diri kita masing-masing sebelum kelak Allah yang maha teliti akan menghisab semua amal kita.
Wallahua’lam bisshawab
karya Fatih Aziz, Dikutip oleh
Teguh S (Lombok-Cepos) Jkt
08567789372 PIN 292C0E1F