Tabiat (gharîzah)
Kebiasaan membiarkan gejolak emosi dalam hati tanpa ada upaya untuk meredam menjadikan kita memiliki tabiat pemarah. Karena marah berasal dari api (panas), maka untuk melawannya adalah dengan kesejukan.
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ، وَإِنَّمَا تُطْـفَأُ النَّارُ باِلْمَاءِ، فَإِذَا غَضَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, sedangkan setan diciptakan dari api, dan api dipadamkan dengan air. Karena itu, apabila seseorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudhu. (HR Abu Daud)
Penyebab mudah marah bisa juga karena kita bergaul dengan kelompok yang mudah melampiaskan amarah dan membiarkan hawa nafsu. Kita mengira dengan begitu kita akan disebut pemberani dan kesatria.
Akibat pergaulan ini kita akan berkata, “Saya adalah orang yang tidak bisa sabar apabila ada orang menyinggung saya. Saya tidak dapat menahan amarah ini untuk keluar dari diri saya.”
Perkataan seperti ini sebenarnya berarti, “Saya tidak mempunyai akal sehat dan sifat lemah lembut.” Tapi dengan kebodohan diri, kita mengumbar emosi di depan orang.
Ketika amarah menguasai diri, kita tak dapat berpikir jernih karena telah ditutupi kegelapan emosi. Kita juga tidak dapat meredakan emosi karena diri kita telah dikuasainya. Kita membiarkan diri melampiaskan emosi kepada apa/siapa yang dapat dilampiaskan, hingga tenaga habis barulah kita tenang.
Keadaan seperti ini lebih berbahaya daripada seseorang yang naik perahu di saat ombak besar. Pada saat itu masih ada orang yang berusaha mengendalikan perahu hingga kembali tenang atau tidak termakan ombak. Sedangkan bila amarah sudah menguasai hati, maka siapa yang dapat mengendalikan hati, karena hati ibarat nahkoda perahu yang dapat melakukan apa saja.
Kemarahan yang terpuji adalah kemarahan yang berkaitan dengan menegakkan ajaran agama. Kemarahan muncul ketika diperlukan dan padam ketika harus mengambil sifat kasih sayang (hilmi). Kita harus selalu berada dalam rel syariat (istiqâmah) yaitu mengambil pertengahannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
خَيْرُ الأُمُوْرِ أَوْسَاطُهَا
Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya. (HR Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah)
Kita memohon kepada Allah semoga diberikan petunjuk yang Dia ridhai. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya, amin.
MENAHAN MARAH
Untuk lebih memantapkan hati, mari kita pelajari dan dalami lagi keutamaan menahan amarah.
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ مَلَأَ اللهُ قَلْبَهُ رِضًى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa dapat menahan amarah pada saat ia mampu melakukan pembalasan dan melampiaskannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan keridhaan pada hari Kiamat. (HR Ibnu Abi Dunya)
مَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ مَلَأَ اللهُ قَلْبَهُ رَجَاءً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa dapat menahan amarah pada saat ia mampu melakukan pembalasan dan melampiaskannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan pengharapan (ampunan dan balasan baik) pada hari Kiamat. (HR Thabrani)
Siapakah yang tak ingin selamat di hari Kiamat nanti? Siapa yang tak ingin ridha Allah di hari dimana tiada guna mobil mewah, tanah di mana-mana, rumah di setiap sudut kota maupun uang melimpah ruah?
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. (QS asy-Syu‘arâ’ [26]: 88)
Sahabat Umar bin Khaththab ra. berkata, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, ia tidak akan melampiaskan amarahnya. Barangsiapa takut kepada Allah, ia tidak akan melakukan semaunya (mengikuti hawa nafsu). Kalau bukan karena adanya hari Kiamat (pembalasan), maka akan terjadi sesuatu yang tidak kalian lihat (peperangan, pertengkaran dan pembalasan dendam).”
Sufyan ats-Tsauri bercerita, “Suatu hari Abu Khuzaimah al-Yarbu’i bertemu dengan Fudhail bin Iyadh untuk membahas masalah zuhud. Mereka sepakat bahwa perbuatan paling baik adalah bermurah hati (al-hilmu) ketika sedang marah dan sabar (tenang) ketika dalam keresahan.”
Mari bersama-sama meraih pahala besar dari Allah dengan menahan marah (yang batil). Semoga Allah mengelompokkan kita ke dalam hamba-hamba yang diridhai-Nya, amin.
مَا مِنْ جُرْعَةٍ أَعْظَمُ أَجْرًا عِنْدَ اللهِ مِنْ جُرْعَةِ غَيْظٍ كَظَمَهَا عَبْدٌ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ
Tidak ada tegukan yang lebih besar pahalanya daripada orang yang meneguk kemarahan demi mengharap ridha Allah. (HR Ibnu Majah)
Daftar Pustaka
Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)—Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook,
Teguh S (Lombok-Cepos) Jkt
08567789372 PIN 292C0E1F