Sesungguhnya orang-orang beriman saling bersaudara dalam agama dan keimanan kepada Allah. Persaudaraan keimanan ini lebih kuat dari ikatan dan hubungan apapun. Pada hari kiamat nanti tidak ada lagi hubungan nasab. Yang ada hanyalah hubungan kasih sayang di antara orang-orang bertakwa. Allah Taala berfirman, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 67)
Maka pupuklah persaudaraan ini dan kuatkanlah ikatannya dengan cara melakukan sebab-sebab yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tanamkan di hati-hati kalian rasa kasih sayang dan cinta, karena ikatan iman yang paling kokoh adalah dengan mencintai dan membenci sesuatu karena Allah. Barangsiapa yang mencintai atau membenci sesuatu karena Allah, bersikap loyal dan antipati terhadap sesuatu karena Allah, niscaya akan memperoleh kecintaan Allah Subhaanahu wa Taala.B,br> Sesungguhnya umat Islam tidak akan menjadi umat yang bersatu, kuat, dan berwibawa, sampai mereka terikat dengan ikatan agama mereka, dan sampai mereka memiliki karakter seperti yang disebutkan Nabi Muhammad shallallahu alaih wa sallam, “Orang beriman dengan orang beriman yang lain adalah seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan satu sama lain.” (HR. al-Bukhari 481 dan Muslim 2585) Dan “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal kecintaan, kasih sayang dan kelembutan mereka adalah seperti tubuh yang satu. Apabila salah satu bagian tubuh itu mengeluh sakit maka bagian-bagian tubuh yang lain pun ikut merasakan dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim 4686)
Sebab-sebab Penguat Ukhuwwah
Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam telah mensyariatkan beberapa perkara yang bisa menguatkan persatuan umat Islam, memelihara kemuliaan dan kewibawaan, menumbuhkan kecintaan dan kasih sayang, serta mengusir kedengkian dan perpecahan di antara mereka.
Mengucap Salam Jika Bertemu
Allah mensyariatkan agar kaum muslimin saling mengucap salam ketika bertemu. Salam akan menumbuhkan kecintaan, kasih sayang, menguatkan iman dan memasukkan seseorang ke surga. Karena orang-orang beriman adalah bersaudara di manapun dan kapanpun. Oleh karena itu, jika seseorang bertemu dengan saudaranya sesama muslim, hendaknya ia mengucapkan salam. Dan alangkah baiknya kalau ia menjadi orang yang lebih dulu memulainya. Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Maka, sebaik-baik manusia adalah yang pertama kali mengucap salam.”
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaih wa sallam biasa memulai ucapan salam kepada orang yang beliau jumpai. Bahkan ketika berpapasan dengan anak-anak, beliau mengucapkan salam kepada mereka, untuk mendidik mereka dengan Islam, dan agar mereka senang menyebarkan salam.
Kemudian, banyak orang membalas salam dengan mengatakan, ‘ahlan wa sahlan’, ‘marhaban’ atau yang semisalnya. Jawaban ini belum melepaskan seseorang dari kewajiban membalas salam. Menjawab salam adalah perkara wajib. Allah Taala berfirman, “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. an-Nisaa: 86) Kita tahu bahwa ucapan ahlan wa sahlan tidak lebih baik dari ucapan wa’alaikum salaam. Ucapan ‘assalamu ‘alaikum’ adalah doa agar seseorang mendapatkan keselamatan dari setiap gangguan dan kemudaratan.
Balasan yang lebih baik di sini mencakup bentuk ucapan dan cara mengucapkan. Ada orang yang jika diucapkan salam kepadanya dengan suara yang jelas, ia menjawab dengan suara lirih dan nyaris tak terdengar. Hal ini menunjukkan kejahilan atau bisa jadi kesombongan dirinya wal’iyaadzu billah. Oleh karena itu, jika ada saudara sesama muslim mengucapkan salam dengan suara yang jelas, hendaknya Anda membalas salamya dengan suara yang semisal atau lebih jelas. Dengan begitu, Anda telah menunaikan apa yang Allah wajibkan dalam perkara ini.
Tidak Mengucilkan Seorang Muslim
Islam melarang seorang muslim mengucilkan saudaranya sesama muslim. Karena hal itu akan menimbulkan kebencian, kedengkian dan perpecahan. Kecuali jika yang dikucilkan adalah orang yang suka melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, dan pengucilan tersebut memang membuatnya meninggalkan kemaksiatan.
Pengucilan seorang muslim kedudukannya seperti obat. Jika obat tersebut memang bisa menghilangkan dan menurunkan kemaksiatannya, itulah yang diharapkan. Namun jika tidak, hendaknya obat ini tidak diberikan. Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengucilkan saudaranya sesama muslim selama tiga hari. (Ketika) keduanya saling bertemu, yang satu berpaling dan demikian pula yang lainnya. Maka yang terbaik di antara mereka berdua adalah yang pertama kali mengucap salam.”
Telah diketahui bahwa salah satu akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah tidak mengeluarkan seseorang dari keimanan dengan sebab kemaksiatan, walaupun besar. Dengan dasar ini, mengucilkan seorang muslim adalah haram kecuali jika ia berbuat kemaksiatan dan pengucilannya mengandung faedah.
Menjenguk Yang Sakit
Menjenguk yang sakit akan menumbuhkan kecintaan, melembutkan hati, menambah keimanan dan pahala. Barangsiapa mengunjungi orang sakit, akan ada penyeru dari langit yang berkata, “Engkau telah berbuat baik dan begitu pula langkahmu.” Barangsiapa menjenguk saudara sesama muslim yang sakit, maka ia terus berada di taman surga sampai ia kembali. Namun hendaknya orang yang menjenguk membawa keberkahan bagi orang yang dijenguk. Hendaknya ia mengingatkan apa yang harus diingatkan, dan tidak berlama-lama kecuali jika orang yang sakit senang dengan hal itu. Hendaknya ia mengingatkan janji-janji Allah kepada orang-orang yang sabar, dan bahwa musibah akan menggugurkan dosa, serta setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Dan seterusnya.
Mendamaikan Yang Bertikai
Allah Azza wa Jallaa berfirman, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujuraat: 10) Allah Taala juga mengabarkan bahwa perbuatan mendamaikan orang-orang yang bertikai ini merupakan kebaikan. Allah berfirman, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. an-Nisaa: 114) Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Mendamaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah.”
Ishlah (mendamaikan) di antara kaum muslimin adalah upaya memperbaiki jalinan hubungan yang renggang. Ia berpahala besar bagi orang yang melakukannya dengan niat ikhlas karena Allah Taala. Sungguh, orang yang diberi taufiq adalah orang yang berusaha menghilangkan permusuhan dan kebencian yang ada di antara dua orang muslim. Sedangkan orang yang tercela dan pengekor hawa nafsu adalah orang yang berusaha merusak hubungan persahabatan dan pertemanan dua orang muslim.
Bermusyawarah
Allah Taala berfirman, “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka.” (QS. asy-Syura: 38) Bermusyawarah agar masalah yang dihadapi dapat dipecahkan dengan baik merupakan salah satu faktor yang membuat kaum muslimin bersatu. Sebab jika pikiran dari sejumlah orang yang bermusyawarah itu dibarengi dengan pemahaman, dan niat yang baik, niscaya kebaikan akan terwujud dan kejelekan akan hilang dengan izin Allah. Jika seseorang mendapati masalah dalam perkara agama atau dunia, disyariatkan agar ia mengajak musyawarah orang yang lebih mengerti darinya dalam perkara tersebut, agar ia ditunjukkan kepada kebaikan. Orang yang diajak musyawarah adalah orang yang dibebani amanah. Ia wajib memberi nasihat kepada saudaranya.
Demikianlah beberapa perkara yang dituntunkan di dalam syariat Islam agar persatuan kaum muslimin menjadi kuat. Sekali lagi, di antara kaidah mendasar dalam masalah ini adalah berusaha menempuh setiap perkara yang dapat melunakkan hati-hati mereka, menyatukan kalimat dan pendapat mereka, serta membuang setiap perkara yang merupakan lawan dari itu semua. Oleh karena itulah, diharamkan mengisolir atau mengucilkan saudara sesama muslim kecuali kalau memang ada kemaslahatan syar’i yang telah disebutkan di atas.
Namun yang sangat memprihatinkan adalah bahwa kita melihat, atau sebagian orang melihat ada yang sungguh-sungguh ingin mendapatkan kebaikan, namun setan menipunya sehingga ia mengisolir saudaranya sesama muslim karena masalah pribadi dan duniawi semata. Kadang orang yang diisolir itu adalah karib kerabatnya sendiri. Dengan begitu, terkumpullah pada dirinya perbuatan mengisolir saudara sesama muslim, dan memutus pertalian keluarga. Tidakkah Anda tahu, wahai muslim, Islam yang telah Allah anugerahkan kepada Anda jauh lebih agung dan luhur daripada tingkah laku Anda yang mengedapankan masalah pribadi atau keuntungan duniawi itu?
Maka bertakwalah wahai kaum muslimin, dan berusahalah untuk menempuh segala sebab yang bisa mendatangkan kasih sayang dan menghilangkan kedengkian dan kebencian di antara kalian, karena yang demikian itu termasuk ajaran yang ada di dalam Islam.